Kamis, 17 September 2015

Ayah

"Ayah...
Ingin aku bertanya...
Mengapa engkau diam saja ketika aku bercerita tentang laki-laki yang aku sukai?
Mengapa engkau pura-pura tak mendengar?"

"Dengarlah nak. Mengapa ayah diam? Karena ayah begitu sedih. Anak perempuan yang selalu ayah rawat sekarang sudah menjadi gadis yang cantik dan dewasa. Ayah tau semua ini akan terjadi. Kau akan menyukai seseorang, menyayangi dia melebihi rasa sayangmu kepada Ayah, terlebih lagi Ayah takut kamu mencintai orang yang salah meskipun cinta tak pernah salah. Tapi ingatlah nak, Ayah tak akan pernah menyerahkan gadis kesayangan Ayah ini kepada laki-laki yang tidak bisa bertanggung jawab sebagai imam yang amanah. Dengarkan Ibumu nak, dengarkan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya, semua itu nasihat yang terbaik untukmu. Ayah bukannya pura-pura tidak mendengar, tapi Ayah sangat jelas mendengar setiap perkataanmu tentang laki-laki itu. Dalam hati, Ayah menahan tangis nak maka dari itu ayah pura-pura tak mendengar."

"Ayah, maafkan aku. Aku tak bermaksud menggantikan Ayah di dalam hatiku ini. Aku sangat menyayangi Ayah, tak akan pernah aku menomor duakan kasih sayangku kepada Ayah."

"Nak, dimata Ayah kamu masih menjadi anak perempuan kecil Ayah. Umurmu masih sangat muda untuk menemukan keseriusan dalam hati seorang laki-laki. Ingat nak, jangan pernah meneteskan air matamu demi laki-laki yang tidak pernah serius kepadamu. Tinggalkan laki-laki itu jika ia selalu membuat hatimu menangis, lupakan dia dengan ikhlas. Laki-laki yang mencintai kamu karna Allah, akan berbuat baik kepadamu dan ia tak akan pernah membuat kamu terjerumus dalam kesenangan dunia. Fokuslah dengan impianmu nak, kamu boleh mencari laki-laki itu tapi jangan pernah lupakan kewajibanmu sebagai seorang anak dan kakak dari adik-adikmu. Ayah akan selalu mengiringi kesuksesanmu dan kebahagianmu."

Aku hanya bisa menangis mendengar semua perkataan Ayahku. Sebegitunya Ayahku takut untuk kehilangan diriku yang kadang membuatnya jengkel dan lelah. Bahkan disaat aku menulis ini saja air mataku tumpah. Senyum yang Ayah berikan kepadaku ternyata menyimpan sejuta kesedihan. Sosok seorang Ayah, laki-laki yang sangat luar biasa, laki-laki yang menjadi pahlawan dihati anaknya, laki-laki yang ikhlas dan rela berkorban demi kebahagian keluarganya. Terimakasih telah menjadi laki-laki pertama yang aku sayangi Ayah. Terimakasih Ayah telah menjadi Ayah yang membuatku terlahir kedunia ini. Terimakasih atas segala kasih sayang, nasihat, dan kebahagian yang telah Ayah beri.

-AZ-
18 September 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar